Menjadi Guru Harus Ikhlas dan Tulus Serta Tidak Boleh Bertujuan Uang, Apakah Anda Setuju?

Bacadulu.info --- Nasib guru honorer juga tak kunjung menunjukkan arah menuju lebih baik meski sudah berkali-kali berganti presiden. Berkebalikan dengan PNS, guru honorer bahkan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup hanya dengan gaji sebagai guru saja. Akibatnya, mau tidak mau biasanya mereka memiliki alternatif pendapatan lain diluar profesi sebagai guru.

Sri Hariyati berprofesi sebagai guru honorer sejak tahun 1997. Saat ini dia mengajar di salah satu SMP Negeri Kabupaten Blitar dengan gaji Rp1 juta per bulan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setempat. Sri saat ini masih memiliki tanggungan dua orang anak yang beranjak dewasa.


Meski suaminya bekerja, akan tetapi Sri tetap terpanggil untuk ikut mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangganya. Selain menjadi guru honorer, ia juga berjualan di kantin sekolah. “Menjadi guru honorer seperti panggilan jiwa. Kalau bukan karena itu, mungkin saya sudah keluar dari dulu,” ujar wanita berusia 50 tahun tersebut kepada Tirto, Rabu (10/6/2020). 

Selama 23 tahun mengajar sebagai guru honorer, Sri berupaya memperjuangkan nasibnya dengan mengikuti berapa kali tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) selama enam tahun terakhir. Sayangnya, hingga kini usaha tersebut belum membuahkan hasil. Ia mengaku tak tahu apa yang menyebabkannya begitu sulit menembus tes CPNS. Kini persoalan tak hanya sebatas pada perjuangan perubahan status. Pandemi Covid-19 yang menyerang berbagai lapisan ekonomi masyarakat turut memberi dampak pada penghasilan Sri sehari-hari. 

Bagi para guru-guru yang memiliki akses internet mumpuni dan tak soal dengan tagihan listrik mungkin tidak begitu pengaruh. Sementara bagi Sri, yang terbiasa mengandalkan pendapatan harian dari kantin sekolah kini harus lebih memutar otak. Akhirnya, Sri pun memilih untuk berjualan pakaian dan makanan meski hasilnya tak semulus pada kondisi normal. “Hanya saja Rp 1 juta untuk hidup dalam satu bulan mana mungkin cukup, makanya kami cari tambahan. Kerja kami sama dengan guru PNS, tetapi status dan gaji yang berbeda,” ujarnya. 

Kondisi serupa dialami juga oleh seorang guru kontrak di salah satu SMA swasta menengah-bawah DKI Jakarta, Amri (bukan nama sebenarnya). Nasibnya terancam apabila Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 ditiadakan atau hanya mendapatkan sedikit murid. Jika hal itu terjadi, sekolah tempatnya mengajar akan melakukan efisiensi karyawan yang tentu sasaran utamanya pada guru kontrak atau tidak tetap. Amri sudah menjadi guru kontrak sejak 2017. 

Selama dua tahun dia menjadi guru honorer di sekolah swasta Jakarta. Memasuki tahun ketiga, posisinya bergeser menjadi guru kontrak. “Kalau kontrak setahun habis, kita mengajukan lagi lamaran kerja. Kalau honorer, ngajar terus tanpa mengajukan lamaran lagi,” ujarnya. Sebagai guru kontrak, Amri dibayar per jam. Dia bisa mengantongi uang Rp40.000 sampai Rp50.000 untuk 1 jam mengajar dan ditambah Rp50.000 sebagai akomodasi transportasi yang diberikan setiap kedatangan. 

Beruntung hitungan penghasilannya masih sama selama pandemik berlangsung. Namun. semua itu bisa berubah, jika para orangtua tersendat membayarkan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). “Kalau pandemi ini yang dirasakan THR, dibayarnya dicicil 2 termin dan kinerja kadang jebol kuota. Walaupun dikasih dari sekolah sedikit,” ujarnya. Kini, baik Amri dan Sri hanya bisa berharap ada bantuan tambahan dari pemerintah untuk guru kontrak dan honorer yang terdampak efek domino Covid-19.

Demikian semoga bermanfaat silahkan simak informasi terbaru di bawah ini.

0 Response to "Menjadi Guru Harus Ikhlas dan Tulus Serta Tidak Boleh Bertujuan Uang, Apakah Anda Setuju?"

Post a Comment